Semarang, Kontak perkasa - Vaksin Nusantara yang digagas Letnan Jenderal TNI (Purn) dr. Terawan Agus Putranto mendapat perhatian oleh salah satu tokoh nasional, Menteri BUMN periode 19 Oktober 2011-20 Oktober 2014 Dahlan Iskan.
Dalam tulisan terbarunya di situs resminya, Disway, mantan Dirut PT PLN (Persero) itu mengungkapkan bagaimana Vaksin Nusantara (VakNus) yang digagas Terawan berhasil meringankan gejala yang dialami para relawan vaksin yang kemudian terpapar virus Covid. Bahkan bisa dibilang tanpa gejala.
Relawan yang dimaksud ialah pelatih olahraga senam dansanya, Ali Murtadio, 56 tahun, yang menjadi relawan VakNus.
"Salah satu pelatih kami positif. Ia juga relawan Vaksin Nusantara, Ali Murtadlo, 56 tahun. Ali tidak merasakan gejala apa pun. Tidak panas (36,7), tidak batuk, tidak mual, tidak sering ke belakang, tidak kehilangan rasa," kata Dahlan, dikutip dari situsnya Disway, Rabu ini (7/7).
"Tapi Ali positif Covid-19. Dengan CT 19.66," kata Dahlan.
Baca: Menyangkut Nyawa Manusia, PPKM Darurat Harus Berhasil
Namun dengan sudah divaksinasi VakNus, gejalanya memang sangat ringan di tengah serangan varian baru Delta.
"Kini varian Delta sudah begitu meluas. Vaksinnya belum ada. Masih akan lama. Yang siap membendungnya, yang dalam waktu paling singkat, adalah VakNus. Itu kalau penjelasan Prof Nidom bisa kita pegang," jelas Dahlan.
Prof Nidom yang dimaksud ialah Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair), Profesor Chaerul Anwar Nidom.
"Kemarin petang, saya minta Ali melakukan cek suhu badan lagi. Jam 17.30. Juga saturasi oksigennya. Hasilnya: suhu badan 36,0 derajat dan saturasi oksigennya 99. Ia juga merasa seperti orang sehat sekali," cerita Dahlan soal keberhasilan VakNus.
Pengembangan Vaksin Nusantara memang digagas mantan Menteri Kesehatan dr. Terawan dan telah menuntaskan uji klinis fase II.
Dalam kesempatan sebelumnya, peneliti utama Vaksin Nusantara dr. Jonny mengungkapkan tujuan uji klinis itu adalah menetapkan usulan efikasi berdasarkan perbandingan respons terhadap protein S, mengonfirmasi keamanan Vaksin Nusantara dan memilih formulasi optimal yang ditentukan oleh jumlah protein S SARS-CoV-2.
Dalam uji klinis ini, ada syarat subyek, seperti usia minimal 18 tahun, memahami dan setuju mematuhi prosedur, dan subyek dapat mematuhi prosedur penelitian.
Subyek secara umum memenuhi kriteria sehat, termasuk usia lebih 65 tahun, obesitas ringan hingga sedang, dan pernah didiagnosis kanker sebelumnya dan sudah remisi minimal 1 tahun.
VakNus ini juga mendapat perhatian dari parlemen pada Juni lalu. Saat itu, Terawan menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Dalam kesempatan itu, Terawan sempat curhat perihal pengembangan Vaksin Nusantara.
"Kami ucapkan terima kasih luar biasa teman-teman Komisi VII DPR yang begitu sangat mendukung program Vaksin Nusantara. Karena tadinya saya merasa dalam kesendirian," katanya, Rabu (16/6/2021).
Untuk lebih jelasnya, simak tulisan lengkap Dahlan Iskan, berjudul VakNus Positif yang dipublikasikan 7 Juli ini.
VakNus Positif
KAMI menghentikan olahraga senam dansa. Salah satu pelatih kami positif. Ia juga relawan Vaksin Nusantara: Ali Murtadlo, 56 tahun. Ali tidak merasakan gejala apa pun. Tidak panas (36,7), tidak batuk, tidak mual, tidak sering ke belakang, tidak kehilangan rasa.
Tapi Ali positif Covid-19. Dengan CT 19.66.
"Kalau tidak rasa apa-apa mengapa tes Covid?"
"Istri saya melihat wajah saya mbrabak (kemerahan)," ujar Ali. "Lalu diminta tes".
Sang istri, seorang guru besar ekonomi, baru saja negatif dari Covid-19. Dua minggu lalu.
Ali tidak mau tes. Ia memilih becermin. "Rasanya wajah saya sama saja," katanya.
Di hari ketiga sang istri tetap mengatakan wajahnya mbrabak. Ali becermin lagi: tidak ada perubahan apa-apa. Juga tidak ada rasa apaapa.
Tanpa izin sang ayah, anak Ali mendaftarkan sang ayah ke tempat tes. Kemarin pagi. Ali tidak berkutik. Berangkat. Positif
"Istri saya sensitif sekali. Sering mengingatkan kalau wajah saya mbrabak," jawabnya.
"Berarti sudah sering mbrabak?"
"Sering. Setiap kali makan gorengan wajah saya mbrabak," katanya.
Itulah. Tiga hari lalu Ali melihat ada nasi goreng di meja makan. "Saya ini anti mubazir. Ya saya makan saja," katanya.
Sang istri kaget nasi goreng itu sudah habis. Juga menyesal. Mengapa menaruh nasi goreng di situ. Sebenarnya sang istri sendirilah yang akan makan nasi goreng itu. Ia tahu sang suami tidak akan mau. Tapi dia lihat nasi goreng itu terlalu berminyak. Dia tidak jadi makan. Dia tinggalkan di meja.
"Tapi nasi goreng kan tidak bisa menularkan virus. Dari mana kira-kira virus itu menular?"
"Mungkin di rumah ini. Atau di jalan," jawabnya.
Ali, Sabtu lalu mengantarkan dua orang pulang ke Pacitan. Itu asisten di rumahnya. Naik mobil. Ia sendiri yang mengemudikan. Sejauh enam jam. Pukul 02.00 dini hari baru tiba di Pacitan -kampung halamannya. Tidur sebentar. Bangun, salat subuh. Tidur lagi sebentar. Pukul 08.00 sudah mengemudikan mobil lagi balik ke Surabaya. Enam jam lagi.
"Saya salah. Saya terlalu pede. Kan saya merasa badan saya segar saja. Rupanya tidak cukup istirahat di Pacitan," katanya.
Orang yang ia antarkan ke Pacitan itu, setelah dites, ternyata positif. Saya masih mengusahakan agar Ali dites lebih lanjut: virus jenis apa yang menular padanya. Saya masih bertanya-tanya apakah bisa dilakukan di Surabaya.
Ali adalah salah satu pelatih senam kami. Kami punya banyak sekali pelatih. Peserta yang sudah pintar digilir naik panggung. Grup pelatih inti tinggal tampil seminggu sekali. Saya sendiri sudah pensiun dari pelatih. Jadi pelatih cadangan saja. Gerakan saya sudah tidak hot seperti dulu lagi.
Saya segera menginformasikan positifnya Ali itu ke dokter Terawan Putranto. Dulu pun, begitu. Ketika mendengar ada yang sudah VakNus masih bisa positif saya juga informasikan ke inisiator VakNus itu.
Berarti Ali Murtadlo ini kasus kedua. Ia positif meski tidak merasa apaapa. Ia tidak merasa apa-apa tapi positif. Untung ia makan nasi goreng. Kalau wajahnya tidak mbrabak ia tidak akan melakukan PCR.
"Memang saat ini penularan begitu tinggi," ujar dokter Terawan. Ia minta agar Ali jaga imun, istirahat, isolasi mandiri.
Data Worldometer Selasa pagi lalu memang mengagetkan. Indonesia sudah menjadi juara dunia Covid-19: 29.745 orang. Kemarin sore jadi
Menko Luhut Binsar Panjaitan sendiri mengungkapkan data jelas sekali: 90 persen yang melanda Jakarta belakangan ini adalah varian D.
Keterangan Luhut itu tersiar luas di semua media kemarin sore. Apakah yang menular ke Ali Murtadlo juga varian Delta? "Hampir pasti itu virus baru. Kan sudah divaksin VakNus. Mungkin varian Delta," ujar Prof Dr Nidom dari Laboratorium PNF Surabaya.
"Biar pun sudah divaksin, vaksin apa pun, masih bisa terkena virus varian baru. Termasuk VakNus," kata Prof Nidom.
Bedanya, kalau diizinkan, VakNus bisa menyesuaikan diri dengan cepat.
"Dalam tiga minggu VakNus sudah bisa membuat vaksin untuk anti varian baru," ujar Prof Nidom, ahli virus dari Universitas Airlangga itu. Sedang vaksin lain, untuk menyesuaikan diri, perlu waktu lama. Bisa satu tahun. "Praktis harus melakukan berbagai uji coba sejak dari awal lagi,"
katanya.
"Sedang untuk VakNus tinggal mengubah antigennya. Tentu kita harus lebih dulu mendapatkan contoh virus varian barunya," ujar Prof Nidom.
Kenapa semua ini bisa terjadi? Yang sudah divaksin bisa tertular varian baru? Itu karena vaksin yang disuntikkan belum mencakup varian baru.
Berarti ada yang salah di keterangan awal: bahwa VakNus sudah mencakup varian baru.
"Itulah risiko vaksinasi dilakukan terlalu awal. Ketika virus belum stabil. Masih berubah-ubah," ujar Nidom.
Kini varian Delta sudah begitu meluas. Vaksinnya belum ada. Masih akan lama. Yang siap membendungnya, yang dalam waktu paling singkat, adalah VakNus. Itu kalau penjelasan Prof Nidom bisa kita pegang.
Kemarin petang, saya minta Ali melakukan cek suhu badan lagi. Jam 17.30. Juga saturasi oksigennya.
Hasilnya: suhu badan 36,0 derajat dan saturasi oksigennya 99. Ia juga merasa seperti orang sehat sekali.(Dahlan Iskan)
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20210707075616-4-258860/kisah-dahlan-soal-vaksin-nusantara-sukses-lawan-covid-delta