Semarang, PT KP Press - Rupiah menguat hingga 0,35% melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan kemarin. Sayangnya, penguatan tersebut gagal dipertahankan dan rupiah malah berakhir stagnan.
Ada indikasi penguatan di awal perdagangan akibat intervensi dari Bank Indonesia (BI), sebab rupiah mampu menguat meski banyak sentimen negatif di pasar finansial. Selain itu, pelaku pasar juga menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang tidak menguntungkan bagi rupiah.
The Fed mengumumkan kebijakannya pada Kamis (27/1) dini hari tadi yang bisa menjadi petaka bagi rupiah begitu perdagangan dibuka nanti. Ketua The Fed, Jerome Powell mengindikasikan akan segera menaikkan suku bunga, artinya peluang terjadi di bulan Maret semakin besar.
Selain itu Powell menyatakan inflasi berisiko semakin tinggi, dan menjadi tugas The Fed untuk menurunkannya hingga menjadi 2%. Saat ini inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) berada di 7% yang merupakan level tertinggi dalam nyaris 4 dekade terakhir.
Powell yang menyatakan akan menurunkan inflasi hingga 2% dianggap sebagai sinyal kenaikan suku bunga akan lebih agresif di tahun ini. Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun langsung melesat 9,6 basis poin ke 1,8727%, yang berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, dan pada akhirnya menekan rupiah.
Selain itu indeks dolar AS juga melesat 0,55% ke 96,48, yang juga akan memberikan tekanan bagi rupiah pada perdagangan hari ini. Sehingga seandainya BI tidak melakukan intervensi pada hari ini, ada risiko besar rupiah bakal jeblok.
Secara teknikal, rupiah berakhir stagnan kemarin artinya belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih berada di atas rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200).
Artinya, Mata Uang Garuda kini berada di atas tiga MA, selain MA 200 juga di atas MA 100 dan MA 50. Sehingga tekanan bagi rupiah menjadi lebih besar.
Selain itu, indikator Stochastic bergerak naik tetapi belum memasuki wilayah jenuh beli (overbought).
Foto: Refinitiv
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika Stochastic yang belum mencapai overbought, artinya risiko pelemahan rupiah masih besar.
Resisten terdekat kini berada di kisaran Rp 14.360/US$ yang kemarin sempat diuji. Penembusan ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah ke Rp 14.390/US$ hingga Rp 14.400/US$.
Sementara itu MA 200 di kisaran Rp 14.320/US$ hingga Rp 14.330/US$ menjadi support terdekat yang harus dilewati rupiah untuk bisa menguat lebih lanjut menuju Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.280/US$.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20220127055431-17-310765/petaka-tanpa-bantuan-mh-thamrin-rupiah-bakal-jeblok