Return to site

'Helikopter Uang' Jokowi Jadi Sorotan BPK, Ada Ketidakwajaran

Semarang, PT Kontak perkasa - Pelaksanaan program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada tahun anggaran 2020 dianggap tidak wajar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) I Tahun 2021, BPK mengungkapkan terdapat pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 Kementerian/Lembaga (K/L) tidak memadai.

"Akibatnya, pengeluaran tersebut belum dapat diyakini kewajarannya," jelas BPK seperti dikutip IHPS I Tahun 2021    

Hal tersebut, kata BPK disebabkan pengendalian K/L dan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam pengawasan atas pelaksanaan program PC-PEN belum optimal.

Permasalahan lainnya yakni, penyaluran subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non KUR serta Kartu Prakerja dalam program PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program.

Sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.

"Akibatnya, realisasi belanja subsidi bunga KUR dan non KUR dalam rangka PC-PEN dan belanja lain-lain untuk Program Kartu Prakerja belum menunjukkan penyaluran yang sesungguhnya," jelas BPK.

"Hal ini disebabkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana belanja lain-lain kartu prakerja sebagai dana cadangan," kata BPK melanjutkan.

Kemudian, BPK juga melaporkan bahwa pemerintah belum mengetahui sisa dana PC-PEN 2020 dan kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021. Akibatnya, kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021 tidak dapat dipastikan secara andal.

Hal tersebut, dinilai BPK karena Sri Mulyani belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN 2020 dari sisi dana SBN PC-PEN 2020 dan belum selesai mengidentifikasi kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021.

Pun, pada pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) belum didukung dengan mekanisme pelaporan secara formal.

Akibatnya pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Untuk diketahui, realisasi PC-PEN tahun 2020 mencapai Rp 575,8 triliun atau setara dengan 82,83% dari alokasi anggaran yang sebesar Rp 695,2 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku wakil pemerintah menanggapi hasil temuan-temuan BPK tersebut.

Sri Mulyani berjanji akan menyempurnakan mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 pada LKPP, serta akan melakukan penandaan belanja dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Kemudian, Sri Mulyani juga mengungkapkan akan berkoordinasi dengan K/L dan APIP K/L untuk memperbaiki sistem pengawasan, serta meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan anggaran yang terkait dengan penanganan dampak pandemi Covid-19.

Sri Mulyani juga mengungkapkan akan menetapkan peraturan terkait pengelolaan rekening sisa belanja PC-PEN 2020, termasuk dalam hal Program Kartu Prakerja.

"Menteri Keuangan akan menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana belanja lain-lain Kartu Prakerja sebagai dana cadangan," ujarnya dalam IHPS I Tahun 2021.

Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan akan melakukan identifikasi dan rekonsiliasi atas sisa dana PC-PEN 2020, serta program/kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021 sesuai dengan pengaturan dalam PMK Nomor 187/PMK.05/2020.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20211215074144-4-299362/helikopter-uang-jokowi-jadi-sorotan-bpk-ada-ketidakwajaran