Semarang, Kontak Perkasa Futures - Start rupiah di tahun 2022 kurang bagus setelah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) 0,1% ke Rp 14.264/US$ Senin (3/1). Padahal, di awal perdagangan kemarin rupiah langsung menguat saat bel perdagangan berbunyi perdana di tahun ini.
Sayangnya, penguatan tersebut tidak mampu dipertahankan dan berisiko tertekan lagi pada perdagangan Selasa (4/1). Sebab, indeks dolar AS kemarin menguat tajam 0,27% ke 96,226.
Kenaikan tajam indeks dolar AS tersebut mengikuti pergerakan yield obligasi AS (Treasury) yang mengalami kenaikan. Treasury tenor 2 tahun yang sensitif dengan kenaikan suku bunga acuan naik 4,17 basis poin ke 0,7758% yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2020.
Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar mulai mengantisipasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat di tahun ini. Bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini, dan kenaikan pertama bisa terjadi di bulan Maret, atau kurang dari 3 bulan lagi.
Normalisasi kebijakan moneter yang dilakukan bank sejak November lalu direspon kalem oleh pelaku pasar, tidak ada gejolak seperti tahun 2013, yang disebut taper tantrum. Rupiah terpuruk saat itu, sebab yield Treasury meroket dan memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia.
Kini melihat yield Treasury AS yang mulai menanjak, rupiah patut waspada akan kemungkinan terjadi taper tantrum, meski skalanya kemungkinan tidak akan sebesar 2013.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih bertahan di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/ MA 50) di kisaran Rp 14.270/US$ hingga Rp 14.280/US$ dan MA 100 di kisaran Rp 14.260/US$ sampai Rp 14.270/US. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini sudah bergerak di bawah tiga MA, yang tentunya membuka peluang berlanjutnya penguatan.
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv
Selama mampu bertahan di bawah MA 50, rupiah berpeluang menguat menguji kembali Rp 14.200/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang rupiah ke Rp 14.170/US$.
Tetapi patut diwaspadai koreksi yang bisa menerpa rupiah. Sebab, indikator Stochastic sudah dekat dengan wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Jika MA 50 ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.320/US$.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20220104070524-17-304321/ada-tanda-tanda-taper-tantrum-rupiah-harap-waspada