Semarang, PT Kontak Perkasa - Mayoritas bursa Asia dibuka cenderung melemah pada perdagangan Selasa (23/11/2021), di mana investor di Asia memantau reaksi pasar global terkait Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden yang memilih Jerome Powell untuk kembali menjabat sebagai ketua bank sentral AS.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka merosot 0,96%, Shanghai Composite China turun 0,11%, Straits Times Singapura melemah 0,13%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,2%.
Sementara untuk indeks Nikkei Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Apresiasi Kerja (Roudou Kansha no Hi).
Pelaku pasar Asia memantau reaksi pasar global, terutama di pasar saham AS, Wall Street terkait Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden yang memilih Jerome Powell untuk kembali menjabat sebagai ketua bank sentral AS.
Pada penutupan perdagangan Senin (22/11/2021) waktu AS atau dini hari tadi waktu Indonesia, Wall Street ditutup cenderung kurang bergairah, di mana indeks Dow Jones hanya menguat tipis 0,05% ke level 35.619,25.
Sedangkan dua indeks utama Wall Street lainnya yakni S&P 500 dan Nasdaq ditutup di zona merah pada dini hari tadi waktu Indonesia. S&P 500 ditutup melemah 0,32% ke level 4.682,93 dan Nasdaq yang sehari sebelumnya sempat menguat, pada perdagangan kemarin ditutup ambles 1,26% ke posisi 15.854,76.
Nasdaq Composite yang terkenal tech-heavy dini hari tadi justru ambrol. Hal ini dikarenakan indeks dengan bobot saham teknologi yang besar tersebut sudah menguat di awal pekan ini.
Sebelumnya, pasar keuangan AS juga menanti apakah ketua bank sentral AS (Federal Reserves/The Fed) yakni Jerome Powell akan dinominasikan kembali untuk memimpin otoritas moneter paling powerful di dunia tersebut.
Namun pada akhirnya, Presiden Biden tetap memilih Powell sebagai ketua bank sentral terkuat di dunia untuk masa jabatan berikutnya.
Sementara itu Lael Breinard yang menjadi pesaing terkuat Powell dinominasikan oleh Gedung Putih sebagai Wakil Ketua.
Tetapi, pelaku pasar di AS cenderung kecewa dengan hal ini, dibuktikan dengan kurang bergairahnya tiga indeks utama di Wall Street.
Selanjutnya Powell dan Brainard harus mendapat restu terlebih dahulu dari Senat yang saat ini dikuasai oleh Partai Demokrat (partainya Joe Biden). Meskipun saat ini suara Senat AS masih terpecah sehingga membuat risiko ketidakpastian tetap membayangi pasar.
Di bawah kepemimpinan Biden dan tentunya Powell sebagai ketua The Fed, ekonomi AS berhasil pulih dengan sangat cepat di saat pandemi virus corona (Covid-19) melanda.
Pasar saham pun berkali-kali mencetak rekor all time high (ATH) barunya. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS berhasil ditekan sehingga tetap berada di level yang rendah dan borrowing cost menurun membuat bangkitnya perekonomian AS juga diikuti dengan perbaikan pasar tenaga kerjanya.
Namun, konsekuensi dari kebijakan moneter ultra longgar dan ekspansif a la The Fed yang menginjeksi likuiditas ke sistem keuangan Negeri Paman Sam juga menimbulkan kenaikan inflasi. Tantangan The Fed saat ini adalah mengendalikan inflasi.
Lonjakan harga yang terjadi di AS yang tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS hingga 6,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada bulan lalu memantik kecemasan para pelaku pasar. Inflasi sudah berada jauh dari target sasaran bank sentral di 2%.
Pasar kini mulai mengantisipasi bahwa The Fed bisa saja lebih agresif dari yang diperkirakan dengan menaikkan suku bunga acuan (Federal Fund Rates/FFR) hingga 3x tahun depan guna menjinakkan setan inflasi yang terus menghantui perekonomian.
Inflasi yang tinggi adalah momok bagi seluruh pelaku ekonomi. Bagi pengambil kebijakan inflasi yang tinggi bakal membuat output perekonomian menjadi maksimal.
Bagi konsumen, inflasi yang tinggi berarti melemahnya daya beli. Sementara bagi investor dan pelaku usaha, tingginya inflasi akan menggerus marjin laba.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211123084145-17-293605/waspada-bursa-asia-pagi-ini-mayoritas-merah