Semarang, Kontak Perkasa Futures - Harga saham emiten tambang BUMN PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) alias ANTM masih tertekan di awal tahun ini. Kendati begitu, analis memprediksi bahwa prospek saham ANTM masih cerah ke depan.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ANTM baru dua kali menguat selama 2022, yakni pada Senin pekan lalu (3/1) dan Kamis ini (13/1), dengan masing-masing kenaikan 4,00% dan 1,81%.
Sisanya, saham ANTM terbenam di zona merah selama 6 hari dan sekali ditutup stagnan.
Tak pelak, kondisi itu membuat saham ANTM sudah turun 11,66% dalam sepekan atau 12,44% sejak awal tahun atau yearto date (ytd).
Di tengah tren penurunan belakangan ini, investor asing beramai-ramai melego saham emiten tambang nikel dan emas tersebut dengan nilai jual bersih Rp 13,07 miliar di pasar reguler per hari ini. Adapun sejak hari pertama di 2022, asing sudah melakukan jual bersih Rp 134,09 miliar di pasar reguler.
Padahal, harga nikel dunia sedang melambung tinggi. Kemarin, harga kontrak berjangka nikel dunia cetak rekor tertinggi sejak 2012.
Menurut data Investing, harga nikel per Rabu (12/1), berada di US$ 22.021,50/ton atau naik 1,04% dibandingkan hari sebelumnya.
Harga nikel mencapai level tertinggi sejak 7 Februari 2012 di US$ 21.714/ton karena berkurangnya persediaan global yang menunjukkan permintaan yang solid.
Namun, memang, ada satu kabar kurang yang menggembirakan untuk saham ANTM di awal Tahun Macan Air ini.
Kabar tersebut adalah soal kandasnya rencana Indonesia Battery Corporation (IBC) melakukan akuisisi perusahaan pabrik kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Jerman yakni StreetScooter. Sebagai informasi, IBC merupakan perusahaan patungan dari sejumlah BUMN, yakni Mind ID, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero) dan Antam.
Lantas, bagaimana prospek saham ANTM ke depan?
Dalam risetnya, analis RHB Sekuritas Indonesia Ryan Santoso pada 22 November 2021 masih menyarankan beli (buy) saham ANTM dengan target price (TP) Rp 3.450/saham atau 75,13% dari harga saat ini (Rp 1.970/saham).
"Kami percaya dukungan yang stabil akan tetap ada untuk bisnis utama ke depan dari peningkatan nikel yang stabil dan harga jual emas - setidaknya untuk jangka menengah," jelas Ryan dalam risetnya, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (13/1/2022).
Lebih lanjut, kata Ryan, pencapaian operasional Antam yang sehat juga telah memberikan hal yang positif. Ini seiring perusahaan berhasil mempertahankan tren pemulihannya setelah mengurangi risiko akibat pandemi Covid-19.
Adapun RHB Sekuritas juga memberi catatan soal risiko downside dari analisis tersebut.
Pertama, soal naiknya biaya bahan bakar yang membahayakan margin. Kedua, fluktuasi mata uang asing; dan ketiga, penurunan permintaan logam utama yang yang bisa menurunkan kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP).
Ryan juga menyoroti dua lini bisnis utama Antam, emas dan nikel.
Untuk emas, prospek positif emas kemungkinan akan berlanjut, mengingat permintaan yang kuat untuk emas batangan, terutama dari pasar tradisional seperti China dan India.
Hal tersebut juga seiring adanya inflasi yang semakin memanas secara global dan membuat investor berusaha mencegah risiko investasi dengan beralih ke emas.
Ryan menyebut, bisnis emas ANTM pun sedang dalam 'mode optimis'. Pencapaian penjualan emas per 9 bulan pertama 2021 sebesar 81% dari target setahun penuh RHB; atau sekitar 639,000 oz (naik 34% secara tahunan/YoY).
"Sembari mencetak margin operasional yang relatif sehat untuk segmen sejauh ini (9M21: sekitar 5%) - juga masih sejalan dengan pencapaian masa lalunya (rata-rata 5 tahun, hanya margin positif)," jelas Ryan.
Kontribusi penjualan emas pun, imbuh Ryan, mencapai 68% terhadap topline alias pendapatan ANTM secara keseluruhan.
Kemudian untuk nikel, harga nikel yang terus-menerus meninggi diprediksi akan bertahan untuk jangka panjang.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20220113124302-17-307035/saham-nyungsep-analis-antm-ga-kenapa-kenapa-kok