Semarang, PT KP press - Bank milik pengusaha nasional Chairul Tanjung lewat Mega Corpora, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), akhirnya mendapatkan izin layanan perbankan digital dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lalu apa saja Produk/Aktivitas Baru, Aplikasi, Sistem Utama dan Sistem Penunjang layanan perbankan digital dari Allo Bank ini yang disetujui OJK?
Ada tiga poin yang menjadi persetujuan OJK yakni layanan bank digital, aplikasi perbankan digital, dan core banking.
Secara rinci berikut ulasannya:
1. Bank Digital
a. Time deposit, transfer, top up, bill payment, payment
b. Account statement
c. Wallet (dompet elektronik)
d. Pay later, Instant cash
e. QRIS MPM
2. AlloApps
a. Digital onboarding - Uang Elektronik (Allo Pay, Allo Pay+) - Funding (Allo Prime, time deposit)
b. Transfer point internal user Allo
c. Produk - produk bank digital sebagai berikut :
- Time deposit, transfer, topup, bill payment, payment
- Account statement
- Wallet (Dompet elektronik)
- Pay later dan Instant cash
- QRIS MPM.
3. Core Banking, GL System, Risk Management System
Persetujuan terhadap produk/layanan tersebut di atas hanya untuk perangkat Android.
Adapun untuk implementasi di luar perangkat Android, manajemen Allo Bank wajib menyampaikan kembali permohonan persetujuan atau pengajuan pelaporan, disesuaikan sebagaimana kriteria fitur dimaksud.
Sedangkan produk/layanan dapat dilaksanakan sepanjang telah memperoleh persetujuan dari regulator terkait dan PT Bank Mega Tbk (MEGA) sebagai induk telah memperoleh persetujuan sebagai pihak penyedia jasa.
Persetujuan OJK ini terungkap dalam dokumen yang dilihat CNBC Indonesia.
Dalam surat bernomor S-159/PB.333/2021 tertanggal 10 September 2021 yang diteken oleh Direktur Pengawasan Bank 3 OJK, Masagus Abdul Azis, disebutkan OJK memberikan persetujuan Produk/Aktivitas Baru, Aplikasi, Sistem Utama dan Sistem Penunjang bagi Allo Bank.
"Dapat kami informasikan bahwa Produk/Aktivitas Baru, Aplikasi, Sistem Utama dan Sistem Penunjang bank Saudara [Direksi Allo Bank Indonesia] telah kami catat dalam administrasi pengawasan OJK," tulis informasi dalam surat dikutip Senin (13/9/2021).
Persetujuan itu merujuk pada surat yang dikirimkan manajemen BBHI Nomor 115a/BHI.OJK/VI/2021 tanggal 21 Juni 2021 perihal Ringkasan Eksekutif terkait Rencana Penerbitan Produk dan/atau Layanan Baru.
Kemudian surat BBHI Nomor 008/DIR-RCD-REG/21 tanggal 6 Agustus 2021 perihal Permohonan Izin Produk Baru dan Sistem Pendukungnya beserta Standard Operation Procedure (SOP), dan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.12/POJK.03/2018 tanggal 6 Agustus 2018 perihal Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum.
Hanya saja OJK juga meminta manajemen eks Bank Harda International ini untuk menyampaikan beberapa dokumen tambahan kepada OJK.
Beberapa dokumen itu yaitu:
1. Dokumen tindak lanjut atas beberapa temuan hasil penetration test yang belum dilakukan perbaikan.
2. Dokumen atau informasi yang berisi jenis enkripsi yang digunakan baik untuk front end maupun back end.
3. Dokumen tindak lanjut bank atas hasil pemeriksaan pihak independen terkait kepatuhan atas ketentuan/peraturan manajemen risiko Teknologi Informasi (TI).
4. Dokumen proyeksi penerbitan penerbitan produk LPE (Allo Apps) dan LPD (digital on boarding) untuk periode 1 tahun mendatang.
5. Perjanjian kerja sama dengan ASLI RI dan Trans Digital yang telah difinalisasi.
Sebagai informasi, ASLI RI atau PT Asli Rancangan Indonesia (ASLI RI) adalah perusahaan startup teknologi yang menyediakan layanan Intelligent e-KYC (know your customer) verification, teknologi canggih berbasis AI Biometric Matching System.
"Perlu kami informasikan bahwa pencatatan ini dilakukan berdasarkan surat dan dokumen yang saudara [direksi BBHI] sampaikan sehingga kebenaran atas keterangan yang tercantum dalam surat dan/atau dokumen lampirannya sepenuhnya merupakan tanggung jawab saudara," tegas OJK.
Apabila di kemudian hari rencana penerbitan produk/aktivitas/ layanan baru dimaksud tidak sesuai dengan rencana kerja yang dilaporkan kepada OJK atau berpotensi berdampak buruk terhadap kinerja bank, dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka direksi BBHI wajib menghentikan produk/aktivitas/layanan tersebut.
Selanjutnya, BBHI wajib melaksanakan produk/aktivitas baru dimaksud paling lambat 6 bulan sejak tanggal surat ini dan menyampaikan laporan realisasi paling lambat 3 bulan setelah implementasi beserta dokumen pendukungnya.
"Apabila dalam jangka waktu 6 bulan saudara tidak melaksanakan produk/aktivitas dimaksud, maka keputusan ini menjadi tidak berlaku dan jika saudara tetap akan melakukan produk/aktivitas dimaksud, maka saudara harus menyampaikan kembali laporan rencana pelaksanaan produk/aktivitas baru," tulis pernyataan OJK dalam surat tersebut.
CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi Deputi Pengawas Perbankan OJK Teguh Supangat sejak Minggu malam (12/9) berkaitan dengan izin layanan perbankan digital dari 7 bank yang di Juni lalu sudah mengajukan izin, salah satunya BBHI. Namun belum ada informasi resmi dari OJK.
BBHI adalah satu dari tujuh bank yang mengajukan izin layanan perbankan digital di Juni lalu. Keenam bank lainnya yakni PT Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, (AGRO), PT Bank Neo Commerce Tbk, (BBYB), PT Bank Capital Tbk, (BACA), PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW), dan PT Bank KEB Hana.
OJK juga sudah merilis aturan baru yakni POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum yang dirilis pada Kamis (19/8).
Aturan itu menyebutkan definisi bank digital adalah bank BHI (bank berbadan hukum Indonesia) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain KP (kantor pusat) atau menggunakan kantor fisik terbatas.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210913074243-17-275664/dapat-restu-ojk-cek-ini-deretan-layanan-digital-allo-bank